Kamis, 12 Januari 2012

Ketabahan Dan Kerja Keras



Ketabahan Dan Kerja Keras

“Di sebuah daerah yang terletak di kawasan Kecamatan Kuranji, kelurahan Pasar Ambacang, tepatnya di Jalan Tunggang terdapat sebuah keluarga yang hidup sebagai petani. Keluarga itu adalah keluarga Pak aman dan etek Upik. Pak Aman dikaruniai oleh Allah Swt lima orang anak, tiga diantaranya anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Pak Aman sudah melakoni pekerjaannya sebagai petani lebih kurang sudah hampir mencapai empat puluh tahun. Selama ia bekerja menjadi petani, ia tidak pernah menyerah dan putus asa walaupun terkadang rasa penat dan letih datang mendera. Hasil dari buah ketabahannya itu akhirnya ia dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi dan sampai akhirnya mereka berhasil mendapatkan pekerjaan yang layak. Saat sekarang ini pak Aman sedang bertanam cabe dan sayur bayam”



            Di jalan tunggang pada saat ini masih banyak terdapat kawasan pertanian yang cukup luas. Walaupun kemajuan pada saat sekarang ini kemajuan IPTEK sudah semakin pesat, tetapi di daerah tersebut masih terdapat penduduknya yang bekerja sebagai petani. Dari sekian banyak warganya yang menjadi petani, salah satunya adalah keluarga pak Aman dan etek Upik. Pak Aman menikah dengan etek Upik sudah hampir sekitar empat puluh tahun. Menurut penuturan pak Aman dan etek Upik, pada awal-awal menikah pak Aman bekerja disebuah tempat kerajinan rotan sebagai pengrajin kursi kayu yang terbuat dari rotan di Simpang Haru. Pada saat itu upah yang didapatkan pak Aman sebagai pengrajin sangatlah kecil dan malahan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan bahkan yang lebih parahnya lagi sampai-sampai uang gajinyapun tidak dibayar oleh majikannya waktu itu.
            Seiring berjalannya waktu pak Aman terus berpikir. Dalam pikirannya waktu itu, ia harus keluar dari kemiskinan yang sedang melanda keluarganya itu. Untuk makan sehari-hari saja ia makan dari pemberian belas kasihan orang lain. Barulah satu tahun kemudian pak Aman memutuskan untuk beralih profesi menjadi petani, karena pendapatan dari bekerja sebagai petani pada waktu itu cukup menjanjikan.
            Beberapa tahun setelah menikah, pak Aman dan tek Upik di karuniai seeorang anak perempuan yang dibari nama Ani. Dua tahun berikutnya pak Aman di karuniai lagi serang anak laki-laki yang bernama Anto dan sampai anak ketiganya bernama Imas. Pada saat keluarga pak Aman sudah dikaruniai tiga orang anak, ternyata kehidupan ekonomi rumah tangganya masih morat marit. Tetapi walaupun demikian pak Aman dan etek Upik tidak pernah menyerah. Mereka tetap berusaha dengan gigih dalam bertani yang juga dibantu oleh anak-anak mereka ketika mereka sudah pulang sekolah. Dalam pikirannya pak Aman ialah bagaimana ia dapat membiayai kebutuhan hidup sehari-hari dan pendidikan anak-anaknya agar sampai keperguruan tinggi nantinya. Dalam hati kecilnya berkata biarlah ia bersama dengan istrinya bersusah payah untuk mencari uang dengan cara membanting tulang dan berjemur dibawah terik matahari asalkan anak-anaknya kelak tidak seperti dia dan menjadi orang yang, pintar, sukses dalam karir dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. kata- kata itu sering ia dendangkan kepada anak-anak mereka ketika sedang duduk sambil melepaskan letih di pondok.
            Pada waktu itu pak aman di samping menanam padi, ia juga bertanam  sayur-sayuran. Awalnya hasil kebunnya dijualkan oleh tetangganya yang bekerja sebagai penjual sayur dipasar. Tetapi kerena harga sayur yang dibeli oleh tetangganya itu terlalu murah, sedangkan ia sendiri menjualnya di pasarkan dengan harga yang cukup mahal. Karena terkesan dibodohi  maka timbullah niat dari istri pak Aman yaitu etek upik untuk menjual sayur langsung kepasar. Semenjak etek upik mulai berjualan sayur hasil dari kebun mereka itu, barulah perekonomian keluarga pak Aman mulai membaik. Tetapi semua usaha pak aman dalam bercocok tanam tentu tidak selalu lancar. Terkadang ia mengalami kerugian karena hasil panen yang tidak sesuai dengan yang di harapkan, seperti padi yang terkena hama dan dimakan oleh tikus serta sayur yang ditanaminya juga terkadang tidak tumbuh dengan subur. Kemudian begitu juga halnya dengan etek Upik. Terkadang sayur dagangannya tidak habis terjual, malahan hanya dibuang saja dipasar serta ia juga sering pulang agak kemalaman.
            Satu tahun kemudian pak Aman dikaruniai lagi seorang anak perempuan yang bernama Lili dan tujuh tahun kemudian mereka dikaruniai lagi seorang anak laki-laki yang bernama Afdal. Barulah ketika ia dikaruniai anak keempat dan kelima ekonomi keluarga pak Aman da etek Upik mulai mapan dan semakin membaik. Hasil dari ketabahan dan kegigihannya tadi, pak Aman dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Tiga orang anaknya sudah sarjana dan sudah bekerja diinstansi pemerintahan dan dua anaknya lagi juga sudah bekerja di pabrik sebagai operator alat berat di perusahaan asing di Pekanbaru Riau. Sekarang ini lengkap sudah kebahagian  yang dirasakan oleh pak Aman dan istrinya, karena berkat usahanya yang susah payah pada akhirnya ia dapat memetik hasilnya. Anak-anak mereka sekarang sudah berhasil, sudah dapat membantu mereka dari segi ekonomi, serta empat orang anaknya juga sudah menikah dan mempunyai anak. Tetapi walaupun demikian, pak Aman akan tetap bekerja sabagai petani. Ia berkata bahwasanya pekerjaanku sebagai petani tidak akan dapat aku tinggalkan karena sudah menjadi darah daging bagiku hingga sampai aku benar-benar tidak kuat lagi untuk bekerja. Dalam hidup ini tidak ada yang tidak mingkin, asalkan kita mau berusaha dan berdoa kepada Allah Swt serta bertawakhal lepadanya. Tuhan pasti akan membukakan jalan bagi umatnya yang berserah diri kepadanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar