Ketabahan Dan Kerja Keras
Oleh APRILYUHENDRI
“Di sebuah daerah yang terletak di kawasan Kecamatan
Kuranji, kelurahan Pasar Ambacang, tepatnya di Jalan Tunggang terdapat sebuah
keluarga yang hidup sebagai petani. Keluarga itu adalah keluarga Pak aman dan
etek Upik. Pak Aman dikaruniai oleh Allah Swt lima orang anak, tiga diantaranya
anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Pak Aman sudah melakoni
pekerjaannya sebagai petani lebih kurang sudah hampir mencapai empat puluh
tahun. Selama ia bekerja menjadi petani, ia tidak pernah menyerah dan putus asa
walaupun terkadang rasa penat dan letih datang mendera. Hasil dari buah
ketabahannya itu akhirnya ia dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan
tinggi dan sampai akhirnya mereka berhasil mendapatkan pekerjaan yang layak.
Saat sekarang ini pak Aman sedang bertanam cabe dan sayur bayam”
Di jalan
tunggang pada saat ini masih banyak terdapat kawasan pertanian yang cukup luas.
Walaupun kemajuan pada saat sekarang ini kemajuan IPTEK sudah semakin pesat,
tetapi di daerah tersebut masih terdapat penduduknya yang bekerja sebagai
petani. Dari sekian banyak warganya yang menjadi petani, salah satunya adalah keluarga
pak Aman dan etek Upik. Pak Aman menikah dengan etek Upik sudah hampir sekitar
empat puluh tahun. Menurut penuturan pak Aman dan etek Upik, pada awal-awal
menikah pak Aman bekerja disebuah tempat kerajinan rotan sebagai pengrajin
kursi kayu yang terbuat dari rotan di Simpang Haru. Pada saat itu upah yang
didapatkan pak Aman sebagai pengrajin sangatlah kecil dan malahan tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan bahkan yang lebih
parahnya lagi sampai-sampai uang gajinyapun tidak dibayar oleh majikannya waktu
itu.
Seiring
berjalannya waktu pak Aman terus berpikir. Dalam pikirannya waktu itu, ia harus
keluar dari kemiskinan yang sedang melanda keluarganya itu. Untuk makan
sehari-hari saja ia makan dari pemberian belas kasihan orang lain. Barulah satu
tahun kemudian pak Aman memutuskan untuk beralih profesi menjadi petani, karena
pendapatan dari bekerja sebagai petani pada waktu itu cukup menjanjikan.
Beberapa
tahun setelah menikah, pak Aman dan tek Upik di karuniai seeorang anak
perempuan yang dibari nama Ani. Dua tahun berikutnya pak Aman di karuniai lagi
serang anak laki-laki yang bernama Anto dan sampai anak ketiganya bernama Imas.
Pada saat keluarga pak Aman sudah dikaruniai tiga orang anak, ternyata
kehidupan ekonomi rumah tangganya masih morat marit. Tetapi walaupun demikian
pak Aman dan etek Upik tidak pernah menyerah. Mereka tetap berusaha dengan
gigih dalam bertani yang juga dibantu oleh anak-anak mereka ketika mereka sudah
pulang sekolah. Dalam pikirannya pak Aman ialah bagaimana ia dapat membiayai
kebutuhan hidup sehari-hari dan pendidikan anak-anaknya agar sampai keperguruan
tinggi nantinya. Dalam hati kecilnya berkata biarlah ia bersama dengan istrinya
bersusah payah untuk mencari uang dengan cara membanting tulang dan berjemur
dibawah terik matahari asalkan anak-anaknya kelak tidak seperti dia dan menjadi
orang yang, pintar, sukses dalam karir dan mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik. kata- kata itu sering ia dendangkan kepada anak-anak mereka ketika sedang
duduk sambil melepaskan letih di pondok.
Pada
waktu itu pak aman di samping menanam padi, ia juga bertanam sayur-sayuran. Awalnya hasil kebunnya
dijualkan oleh tetangganya yang bekerja sebagai penjual sayur dipasar. Tetapi
kerena harga sayur yang dibeli oleh tetangganya itu terlalu murah, sedangkan ia
sendiri menjualnya di pasarkan dengan harga yang cukup mahal. Karena terkesan
dibodohi maka timbullah niat dari istri
pak Aman yaitu etek upik untuk menjual sayur langsung kepasar. Semenjak etek
upik mulai berjualan sayur hasil dari kebun mereka itu, barulah perekonomian
keluarga pak Aman mulai membaik. Tetapi semua usaha pak aman dalam bercocok
tanam tentu tidak selalu lancar. Terkadang ia mengalami kerugian karena hasil
panen yang tidak sesuai dengan yang di harapkan, seperti padi yang terkena hama
dan dimakan oleh tikus serta sayur yang ditanaminya juga terkadang tidak tumbuh
dengan subur. Kemudian begitu juga halnya dengan etek Upik. Terkadang sayur
dagangannya tidak habis terjual, malahan hanya dibuang saja dipasar serta ia
juga sering pulang agak kemalaman.
Satu
tahun kemudian pak Aman dikaruniai lagi seorang anak perempuan yang bernama
Lili dan tujuh tahun kemudian mereka dikaruniai lagi seorang anak laki-laki
yang bernama Afdal. Barulah ketika ia dikaruniai anak keempat dan kelima
ekonomi keluarga pak Aman da etek Upik mulai mapan dan semakin membaik. Hasil dari
ketabahan dan kegigihannya tadi, pak Aman dapat menyekolahkan anak-anaknya
sampai keperguruan tinggi. Tiga orang anaknya sudah sarjana dan sudah bekerja diinstansi
pemerintahan dan dua anaknya lagi juga sudah bekerja di pabrik sebagai operator
alat berat di perusahaan asing di Pekanbaru Riau. Sekarang ini lengkap sudah
kebahagian yang dirasakan oleh pak Aman
dan istrinya, karena berkat usahanya yang susah payah pada akhirnya ia dapat
memetik hasilnya. Anak-anak mereka sekarang sudah berhasil, sudah dapat
membantu mereka dari segi ekonomi, serta empat orang anaknya juga sudah menikah
dan mempunyai anak. Tetapi walaupun demikian, pak Aman akan tetap bekerja sabagai
petani. Ia berkata bahwasanya pekerjaanku sebagai petani tidak akan dapat aku
tinggalkan karena sudah menjadi darah daging bagiku hingga sampai aku
benar-benar tidak kuat lagi untuk bekerja. Dalam hidup ini tidak ada yang tidak
mingkin, asalkan kita mau berusaha dan berdoa kepada Allah Swt serta
bertawakhal lepadanya. Tuhan pasti akan membukakan jalan bagi umatnya yang
berserah diri kepadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar