Kamis, 12 Januari 2012

PUDARNYA TRADISI SELANG NANJAK




PUDARNYA TRADISI SELANG NANJAK

Indonesia adalah negara yang kaya budaya, setiap daerah di Indonesia mempunyai budaya yang berbeda-beda, mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Bahkan sesama pulau pun adat dan budayanya sudah berbeda walaupun ada sedikit kemiripan, seperti di pulau Sumatera, yaitu di Jambi. Dari masing-masing kabupaten di jambi mempnyai adat yg berbeda. Misalnya di Kabupaten Muaro Bungo yaitu dusun Rantau Panjang, Kecamatan Jujuhan. Di dusun ini terdapat beberapa tradisi, salah satunya disebut dengan “Selang Nanjak”.
Selang Nanjak adalah sebuah acara penanaman padi secara bersama oleh masyarakat di Rantau Panjang pada musim hujan. Selang Nanjak merupakan sebuah tradisi yang melambangkan sikap gotong royong antar masyarakat di dusun Rantau Panjang. Tradisi ini dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu. Diana (19 tahun) mengatakan acara ini dilakukan selama sahari  semalam di ladang. Tujuannya yaitu untuk menjalin hubungan kejasama, tolong-menolong, dan persaudaraan, tambahnya.
Acara ini dimulai dengan penebangan kayu. Kayu-kayu tersebut didiamkan paling lama seminggu (tergantung cuca) setelah daun-daun dari kayu tersebut kering, daun tersebut dibakar pada siang hari. Kemudian masyarakat menunggu hingga hujun turun. Setelah itu mereka membuat hudung  (pondok). Setelah pondok selesai mereka memulai acara Selang Nanjak.
Pada malam hari acara ini diisi dengan permainan kartu remi bagi kaum laki-laki sambil mendengarkan musik daerah Jambi dan musik dangdut, sedangkan para wanita memasak kueh godok cakuih untuk persiapan siang harinya. Sebelum acara Nanjak dimulai, semua masyarakat yang ikut Nanjak padi sarapan bersama di pondok, kemudian bagi yang laki-laki bersiap untuk menuju ke ladang (tengah umo). Mereka mulai menanjak dengan menggunakan kayu yang diruncingi. Menurut Huzaimah (22 tahun), Menanjak di sini maksudnya menanam padi dengan menggunakan tanjak yaitu kayu bulat yang ujungnya diruncingi dan ditancapkan ke tanah. Ia menambahkan bahwa Selang Nanjak ini bertujuan untuk menjalin hubungan silahturahmi, tolong-menolong, dan bahu-membahu. Sedangkan para wanita yang masih muda menyusul ke ladang dengan membawa benih, dan memasukkan benih tersebut ke dalam tanah yang sudah ditanjak para laki-laki. Sebelum ditanam benih-benih tersebut diberi pupuk agar tidak diserang serangga. Khoirunas (22 tahun) mengatakan bahwa dalam satu lubang tanah yang sudah ditanjak tidak boleh terlalu banyak dimasukkan benih karena benih yang terlalu banyak akan menghasilkan padi yang kurang bagus. Sedangkan wanita yang sudah agak tua tinggal di pondok untuk memasak bubur ayak dan bubur jerghing untuk cemilan orang-orang yang bekerja di ladang,  serta memasak untuk makan siang
Pada tengah hari mereka beristirahat untuk melepas lelah, mereka makan bersama di pondok, dan melaksanakan shalat zuhur, setelah itu mereka beristirahat lagi sambil mengobrol, kemudian melanjutkan bekerja hingga pukul 17.30 WIB. Setelah itu mereka membersihkan ladang dan pondok. Untuk acara penutup, si pemilik ladang disiram dengan air sebagai wujud kegembiraan karena sudah selesai penanaman padinya, kemudian mereka pulang ke rumah masing-masing.
Huzaimah, sangat merindukan tradisi ini, ia mengatakan ingin kembali merasakan kebersamaan dan saling tolong-menolong serta bahu-membahu antar sesama anggota masyarakat, namun sayang tradisi ini sudah punah, sudah tidak ada lagi yang melestarikan budaya ini, karena perubahan zaman dan perkembangan teknologi.


1 komentar: